Friday, July 10, 2009

MENILIK KECERDASAN KAMPANYE SBY-BUDIONO

Pemilu presiden telah usai, dan kemenangan nampaknya semakin menghampiri kubu SBY-Budiono. Untuk sementara beberapa lembaga survey menyimpulkan kemenangan pasangan ini menghampiri angka 62%, Angka dari persentase yang cukup tinggi ini bukan hanya membawa sebuah kemenangan, namun sekaligus telah melewati syarat minimal untuk terwujudnya Pilpres Satu Putaran, yang menjadi doa dari tim sukses pasangan tersebut.

Kira-kira, apa sih yang menjadi modal dasar kemenangan pasangan No. 2 ini..? Apakah memang karena kinerja yang dianggap positif oleh masyarakat Indonesia?, ataukah kandidat lain yang pada dasarnya kurang populis di mata masyarakat dibanding tokoh SBY itu sendiri..? atau adakah hal lain yang turut menyumbang keberhasilan pasangan ini..?

Terlepas dari itu semua, terkhusus jika kita memperhatikan kampanye-kampanye yang dilakukan pasangan ini, baik itu kampanye media melalui iklan, kampanye fisik, kampanye yang terselubung dalam pidato kenegaraan, dan sebentuk media kampanye lainnya.., maka ada satu hal yang membedakan metode kampanye SBY dibanding kandidat lainnya. Apakah itu..? Mari kita ulas lebih jauh!


Singkat kata, Metode kampanye SBY lebih berorientasi pada ‘pikiran bawah sadar masyarakat’, ketimbang metode kampanye dua pasangan lainnya. Mungkin ini hasil kerja dari FOX Indonesia sebagai Lembaga yang ditunjuk oleh tim SBY-Budiono menggarap kampanye mereka.

Pertama, Kampanye melalui media iklan TV. Tentu kita sangat mengenal sebuah iklan yang digunakan oleh salah satu produsen mie instan. Nah jingle iklan inilah yang digunakan untuk merasuki pikiran bawah sadar pemirsa. Jingle iklan ini telah hidup puluhan tahun di benak masyarakat dan hampir semua golongan masyarakat pernah mendengar jingle iklan tersebut. Meski iklan pasangan ini mendapat cibiran dari kandidat lain, dengan asumsi tidak kreatif dan dianggap meniru, namun inilah salah satu kecerdasan kampanye pasangan SBY-Budiono. Dengan jingle iklan yang telah dikenal, mereka tahu dan yakin mampu mempengaruhi pikiran bawah sadar pemirsa tanpa pemirsa sadari. Ingat, bahwa pikiran bawah sadar manusia jauh lebih kuat dibanding pikiran sadarnya, dan apapun yang dimasukkan kedalam pikiran bawah sadar manusia akan jauh bertahan lebih lama, sebab di pikiran bawah sadarlah tersimpan yang namanya memori. Dengan mengganti kata ‘…mie’ dengan kata ‘SBY’ dan kata ‘seleraku’ dengan kata ‘presidenku’, hal ini menciptakan asosiasi di bawah sadar pemirsa bahwa jika anda menggemari ‘…mie’ itu sama artinya anda menyukai SBY. Dan bukankah penggemar ‘…mie’ di Indonesia nujubileh banyaknya? :)

Kedua, Ketika SBY membacakan pidato kenegaraan menyambut hari pencontrengan nasional (malam sebelum tanggal 8 Juli), sepenggal kalimat beliau mengatakan kira-kira seperti ini…: “Proses mencontreng sangat sederhana yaitu, Satu.. buka lipatan, Dua…dicontreng, dan Tiga dilipat kembali”. Orang awam akan memahami itu sebagai kalimat sederhana yang sangat biasa, namun bagi yang memahami cara kerja pikiran bawah sadar manusia maka mereka akan sepakat bahwa kalimat itu sangatlah powerfull (perhatikan kalimat yang saya miringkan dan tebalkan). Pikiran bawah sadar pemirsa akan menangkap bahwa yang dicontreng itu adalah Dua (sesuai no urut capres/ cawapres di surat suara). Dan jika anda memperhatikan intonasi suara ketika beliau mengatakan, ‘Dua…dicontreng’, maka intonasinya akan terdengar berbeda dan berisi penegasan.

Itulah, beberapa kecerdasan metode kampanye yang saya temui dari pasangan SBY-Budiono, dan saya yakin penggunaan metode yang berorientasi pada pikiran bawah sadar digunakan dibanyak kesempatan lain pada saat kampanye beliau kemarin.

Coba bandingkan dengan metode kampanye kandidat lainnya. Pasangan JK-Wiranto, meskipun iklannya cukup kreatif, namun tidak cukup mampu menerobos pikiran bawah sadar pemirsa. Ada satu kampanye media beliau yang sebenarnya bisa mempengaruhi pikiran bawah sadar masyarakat, yaitu sebuah film pendek karya Hanung Bramantyo yang menceritakan perjalanan hidup JK, namun sayang penayangannya hanya sebentar (kalau tidak salah hanya dua kali ditayangkan di TV) dan tidak cukup memberi kesan mendalam, selain itu juga tersegmentasi lebih kepada kaum muda (soalnya film pendek ini diputer dibioskop-bioskop sebelum film utama ditayangkan).

Kenapa saya katakan film pendek ini bagus, lebih karena dalam film pendek tersebut menyajikan potret kehidupan masyarakat Indonesia secara lebih riil dan nyata, yang hampir dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi pikiran bawah sadar pemirsa sekaligus mengasosiasikan bahwa kehidupan JK adalah kehidupan yang sama yang mereka alami. Pesan film ini sebenarnya sangat kuat dan dapat memberi kesan yang mendalam.

Sementara bagaimana dengan metode kampanye pasangan Mega-Prabowo. Maaf jika saya katakan bahwa kampanye pasangan ini sangat keliru, jika tujuannya ingin mendapat simpati masyarakat. Kampanye pasangan ini sangat negatif. Contohnya, kampanye pasangan Mega-Pro lebih banyak mengangkat ‘kata-kata’ yang identik dengan kemiskinan, kemelaratan, utang, dan hal-hal negatif lainnya. Perlu diingat bahwa pikiran bawah sadar manusia tidak mampu menangkap pesan-pesan/ informasi yang berorientasi negatif. Selain itu, masyarakat sudah lelah dengan segala bentuk kemelaratan dan keterbatasan-keterbatasan hidup, mereka lebih peka dengan visi yang lebih cerah. Makanya, cenderung masyarakat tidak antusias dengan metode kampanye semacam ini, mengangkat sebuah isyu dari sisi negatifnya. sangat…sangat keliru!

Dengan membaca artikel ini, kita mungkin akan lebih tahu mengapa pasangan SBY-Budiono mendapatkan simpati yang begitu luas dari masyarakat ketimbang pasangan lainnya.
Read More...

Thursday, July 9, 2009

SIKAP CAPRES/CAWAPRES MENUNJUKKAN JIWA KENEGARAWANAN YANG MASIH LEMAH

Tepat tanggal 8 Juli kemarin, bangsa yang besar ini menyelenggarakan Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk periode pemerintahan 5 tahun kedepan. Kenduri nasional inipun berlangsung cukup baik, meski masih ada beberapa kekurangan disana-sini. Pasangan SBY-Budiono seperti kita tahu untuk sementara unggul dengan cukup signifikan melalui hasil hitung cepat (quick count) beberapa lembaga survey di Indonesia.

Sejauh ini saya tidak melihat ada hal-hal yang cukup berpotensi untuk menggagalkan hasil pemilu kali ini, masyarakat juga terkesan menerima hasil yang ada, namun yang membuat saya merasa miris adalah bagaimana sikap para Capres/ Cawapres dan para pendukungnya, utamanya yang merasa akan kalah dalam menanggapi perkembangan pemilu. Beragam statement yang dikeluarkan yang intinya memojokkan salah satu calon, atau memojokkan proses yang berlangsung, terasa sangat naif. Menurut saya boleh-boleh saja tiap calon menanggapi proses dan hasil yang berlangsung, dan juga tidak dipungkiri bahwa sebagai bangsa yang berproses kearah demokrasi yang ideal, ditemui masih banyak kekurangan, namun janganlah lantas kekurangan itu dijadikan sebagai senjata untuk menghakimi kandidat lain ataupun proses yang saat ini masih sementara berlangsung. Ungkapan-ungkapan seperti “…demokrasi yang semu…”, menurut saya semakin menunjukkan kurangnya sikap ksatria atau sportifitas dalam persaingan. Sebagai seorang negarawan, bahkan seorang politisi dan tokoh yang dikenal luas, sikap tersebut bukannya meningkatkan citra kepemimpinan mereka dimata masyarakat, namun malah akan berdampak sebaliknya. Masyarakat kita sudah cukup cerdas dalam menilai kinerja dan kepemimpinan para calon presiden/wapres, sehingga wajar kemudian mereka memilih mana yang menurut mereka terbaik.


Terkhusus bagi penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, menurut saya sebagai manusia biasa, mereka juga memiliki keterbatasan-keterbatasan, sehingga ketika terjadi kesalahan-kesalahan itu adalah hal yang lumrah, dan bukankah ada prosedur yang bisa ditempuh untuk melakukan sanggahan atau protes terhadap proses penyelenggaraan pemilu..? Gunakan jalur yang ada, dan hindarilah mengeluarkan statement-statement yang pada dasarnya belum tentu terbukti kebenarannya. Apalagi berdasarkan informasi KPU tadi malam melalui media TV, bahwa kecurangan-kecurangan yang terjadi persentasenya sangatlah kecil. Bukan bermaksud untuk kemudian menghalalkan kecurangan-kecurangan tersebut, namun marilah menempatkan hal itu dalam porsi yang sewajarnya.

Sepertinya kita masih perlu banyak belajar bagaimana seharusnya menerima sebuah kekalahan…!
Read More...

Friday, July 3, 2009

Debat CAPRES, Kurang menggigit…!

Semalam untuk kali ketiga, kita dipertontonkan forum debat Capres di layar televisi dengan tema Demokrasi, NKRI dan Otonomi Daerah. Secara umum debat-debat semacam ini pada prinsipnya sangat bagus untuk pembelajaran politik kepada rakyat sekaligus memperlihatkan kepiawaian para kandidat dalam menjual diri dan program-programnya dalam rangka memikat hati para pemilih.

Sayangnya forum debat yang semestinya berlangsung meriah dan penuh dengan tekanan-tekanan psikologis diantara para capres tidak terlihat, dan hanya menyisakan lakon serupa pidato, sebagaimana jilid 1 dan 2 beberapa waktu yang lalu. Untungnya salah satu calon, sebut saja JK cukup berani dan lebih offensif dalam mengemukakan pendapatnya, meski masih terkesan setengah hati atau mungkin takut mendapat serangan balik.. :D


Tanpa bermaksud lebih tahu, menurut saya ada beberapa hal yang mestinya dapat berlangsung lebih baik dalam forum yang kita saksikan semalam antara lain:

Pertama, Dari sisi pertanyaan seharusnya pertanyaan yang dilontarkan oleh moderator/ pembawa acara tidak perlu banyak, cukup dua hingga tiga pertanyaan saja, namun harus sensitif dan terus dieksplorasi hingga mendetail, sehingga kesan jawaban yang normatif dari para capres bisa dihilangkan. Dari pengalaman menyaksikan tiga kali debat capres, semua jawaban didominasi oleh jawaban-jawaban yang sifatnya sangat normatif sehingga penonton sulit mendapat pemikiran yang dalam dan cukup mendetail dari para Capres.

Kedua, Dari sisi para Capres sendiri ketika melontarkan sanggahan terhadap komentar capres lain seharusnya benar-benar memberikan sanggahan dan bukannya tambahan-tambahan yang menurut saya tidak perlu. Sanggahan yang diberikan akan lebih baik jika dihubungkan dengan rekam jejak para capres. Misalnya ketika ditanyakan mengenai apa pendapat para capres mengenai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), seharusnya SBY atau mungkin JK bisa melontarkan pendapat yang berhubungan dengan isyu ‘penjualan aset-aset negara’ dibawah era presiden Megawati, yang banyak diklaim orang sebagai langkah keliru. Bukankah dengan menjual aset keluar negeri bisa dikategorikan menjual sedikit demi sedikit kedaulatan Negara? Atau mungkin Megawati bisa melontarkan sanggahan yang lebih offensif kepada Pemerintah (dalam hal ini SBY) mengenai kasus Ambalat, Bagaimana pemerintah terkesan lemah dalam negosiasi Ambalat atau mungkin kekurangpekaan pemerintah dalam mengelola Otonomi Daerah dimana banyak terjadi konflik mengenai hal tersebut. Atau mungkin SBY dan Megawati bisa melontarkan sanggahan yang ofensif kepada JK mengenai masalah-masalah sensitif lain yang berhubungan dengan kepemimpinan JK, baik ketika aktif di Pemerintahan maupun ketika masih menjadi Pengusaha. Dengan demikian, kita dapat menyaksikan bagaimana sikap para calon presiden kita mengatasi tekanan psikologis yang diberikan oleh kandidat lain.

Ketiga, Waktu yang diberikan untuk melakukan sanggahan kepada para capres yang hanya 1.30 menit sangat kurang, namun jika isi sanggahannya seperti yang kita saksikan semalam, waktu 1.30 menit malah kepanjangan. Publik bukan mau mendengar hal-hal yang normatif, semisal Pilar-Pilar Kenegaraan (Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dsb) sebab semua masyarakat Indonesia sudah tahu bahwa hal tersebut adalah harga mati!

Keempat, Mungkin ada baiknya dihadirkan pembanding yang lebih vokal dan independen, katakanlah Amien Rais, Sri Bintang Pamungkas atau tokoh muda lainnya yang turut memberikan komentar dalam forum debat tersebut.

Kelima, Saya pribadi kurang sreg dengan pemilihan pembawa acaranya. Mungkin ada baiknya pembawa acaranya adalah tokoh talkshow yang dikenal yang terbiasa membawa acara-acara reality show… :D.

Mungkin itu ide-ide yang dapat menyegarkan forum debat-debat Capres ataupun kepala Pemerintahan lainnya yang digelar oleh KPU dimasa mendatang. Namun apapun kekurangan yang masih terlihat, saya pribadi mendukung dan setuju digelarnya forum-forum seperti ini. Hal ini penting bagi Demokrasi…!
Read More...

Trik-Tips Blog Trick Blog