Friday, August 22, 2008

The Independence day. Is it worth to you..?

Artikel ini pertama kali diposting pada tanggal 17 Agustus 2008.

Apakah nasionalisme anda diukur dari bagaimana anda menyambut dan memperingati hari kemerdekaan..? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan sederhana, namun mungkin membutuhkan telaah lebih jauh untuk menjawabnya secara tepat.

Dulu semasa kecil di kampung, setiap perayaan Agustusan (demikian kita menamakannya) senantiasa disambut dengan gembira. Bukan karena pada bulan itulah negara kita mendapatkan angka keramatnya yaitu 17 yang kemudian menjadi peringatan atas terbebasnya bangsa kita dari penjajahan, namun lebih karena pada saat-saat itulah berlangsung berbagai kegiatan yang meriah, yang karena ramenya, nenek-nenek dan kakek-kakekpun tidak ingin ketinggalan berpartisipasi. Bahkan beberapa warga yang dulunya jarang bergaul, juga ikut meramaikan. Acara seru seperti manjat pohon pinang, lomba makan krupuk, lomba lari karung, lari kelereng hingga acara-acara yang sifatnya dadakan, seolah-olah menjadi tontonan menyegarkan, dan membuat silaturahmi diantara warga kembali menghangat.

Saat ini, setelah kita mengenal yang namanya pergantian presiden, yang mungkin kebanyakan orang menjadikannya sebagai momentum kebangkitan bangsa ini, harus saya akui bahwa ada segelintir orang termasuk saya, yang merasa semakin kabur atas arti sebuah perayaan Kemerdekaan. Mungkin bagi orang yang ‘merasa’ memiliki nasionalisme yang tinggi akan merasa risih melihat kami, namun itulah kondisi sebenarnya. Hampir disetiap tahun berlangsungnya perayaan ini, saya tidak merasakan perasaan yang spesial. Tanpa bermaksud untuk tidak menghargai jasa-jasa pahlawan, saya hampir merasakan semangat yang malah semakin menurun drastis, jika mengingat kondisi bangsa kita ini.

Begitu banyak jargon yang telah saya dengar untuk mengembalikan kejayaan bangsa, termasuk pencanangan 100 tahun kebangkitan nasional yang bertepatan dengan tahun ini, sama sekali tidak membuat perubahan dalam bagaimana saya memandang bangsa ini. Para politisi yang menggunakan kesempatan dan momentum emas ini untuk memperlihatkan nasionalismenya, baik melalui iklan TV, maupun kerja nyata lainnya seolah tidak mendapat tempat dihati saya. Ada apa yah..?

Bahkan perayaan Agustusan yang dulu begitu menggairahkan semasa kecil dulu, kini tidak menarik lagi, seolah-olah itu menjadi ‘tontonan bodoh’ bagi saya.

Nah, jika nasionalisme diukur dari hal ini, tentulah saya menjadi orang pertama yang masuk kategori “tidak memiliki nasionalisme kebangsaan”. Serem banget…, tapi saya malah merasa biasa-biasa saja. Jika hal ini hanya dirasakan oleh saya, berarti saya memiliki kelainan, namun jika ini menjadi ‘kebiasaan publik’ yang tidak terpublikasi, artinya bangsa kita perlu bercermin lebih jernih lagi..! Tapi, apa tidak cukup bangsa ini bercermin..? sampai kapan..?

Lantas bagaimana mengukur sekaligus meningkatkan semangat nasionalisme saya..? Saya sendiri masih belum tahu.
Dulu pernah saya membayangkan, alangkah senangnya seandainya ketika orang menyebut nama bangsa ini, maka lahir predikat-predikat yang bagus, yang hebat, yang luar biasa. Namun, malah ketika orang menyebut nama bangsa ini, perasaan miris yang pertama kali muncul dalam batin saya. Apakah saya yang salah atau memang bangsa ini sudah kehilangan integritas, bahkan dimata ‘anak-anak’nya sendiri?

Saya hanya bisa berharap bahwa Bangsa ini mampu menemukan, dengan benar-benar menemukan momentum kebangkitannya, dan bukan hanya sekedar jargon.

Bukan untuk apa-apa, saya hanya ingin merasakan kegembiraan semasa kecil dulu…
Read More...

Learning from Soccer

Artikel ini pertama kali diposting pada tanggal 13 Agustus 2008.

Jika anda pecinta sepakbola, mungkin anda akan sependapat dengan apa yang akan saya uraikan dalam artikel ini.

Pernah ada cerita yang mengisahkan tentang kehidupan lain di tata surya, sebuah planet dimana teknologinya begitu maju hingga mereka mampu memantau apa yang terjadi di planet bumi kita. Setelah mereka melakukan pengamatan selama beberapa tahun, mereka kemudian menyadari bahwa di planet yang mereka amati itu, cenderung terjadi keramaian yang luar biasa ketika diselenggarakan acara yang kita kenal dengan pertandingan bola.

Mereka bingung, apa yang menjadikan acara tersebut begitu digemari. Padahal yang dilakukan oleh pemain hanyalah menendang bola...kemudian mengejarnya...begitu mereka mendapatkannya, mereka menendangnya lagi... dan mengejarnya lagi...
"Bukankah akan lebih mudah setelah mendapatkan bola tersebut, kita kemudian memegangnya tanpa perlu menendangnya lagi?"... Mungkin itulah yang menjadi kegelisahan mereka...
Apakah anda juga memiliki pertanyaan serupa..? Lantas apa pembelajaran dari permainan ini...? Mengapa permainan bola itu begitu digemari...?
Jawaban paling sederhana yang mungkin adalah “Permainan bola pada esensinya adalah permainan yang bisa merefleksikan secara lengkap sekaligus meringkas gambaran hidup kita!”

Kenapa bisa demikian...? Mari kita ulas lebih jauh.

Pertama, permainan ini dibatasi oleh waktu bukan?! demikian pula hidup kita. Kemudian ada aturan mana yang boleh dan tidak boleh, ada hukuman bagi pelanggaran, termasuk hukuman fatal, berupa penalty. Apakah hal serupa kita jumpai dalam kehidupan?? You knew it better.

Untuk berhasil dan menjadi pemain kaliber dibutuhkan disiplin tinggi, dibutuhkan latihan terus menerus untuk bisa sukses. Dibutuhkan motivasi tinggi untuk dapat senantiasa berada pada peak performance. Selain dari pemain, juga dibutuhkan tim yang kuat dan atmosfir tim yang sehat, strategi yang mempuni dari pelatih, hingga hal-hal yang kelihatannya remeh-temeh tapi menjadi faktor penting sebuah tim. Menurut anda, apakah untuk sukses dalam hidup juga dibutuhkan hal seperti yang saya utarakan diatas..? Ya.. iyalah…masak ya iya dong.! :D

Tapi yang terpenting dari semua itu, seorang pemain tidak perlu ahli dalam semua hal mengenai permainan ini, ia cukup berfokus pada target tim dan melakukan apa yang telah ditugaskan.
Seorang pelatih ternama pernah berkata, “Saya tidak membutuhkan pemain-pemain bintang untuk menjadi juara, saya hanya butuh pemain yang tahu dan mau mengerjakan dengan baik apa yang telah menjadi tugas dan tanggung jawabnya…”

Pemain bertahan tidak perlu ahli dalam mencetak gol, begitu pula seorang penyerang tidak perlu ahli dalam bertahan, Gelandang (pemain tengah) cukup berfokus pada perannya sebagai gelandang, ia tidak dituntut untuk mencetak gol, hanya bagaimana mengalirkan bola dari barisan pertahanan ke penyerang untuk membuat peluang dan kalau bisa assist untuk mencetak gol. Apa yang dilakukan oleh pemain-pemain tersebut adalah “harmoni kehidupan”. Kesemua itu dibingkai oleh tujuan yang sama, yaitu meraih kemenangan..!
Read More...

Life told me...

Artikel ini pertama kali diposting pada tanggal 12 Agustus 2008.

"Hidup itu adalah Anugerah... Hidup itu adalah Kebahagiaan... Hidup itu adalah Perjuangan... Hidup itu adalah Kerja Keras... Hidup itu adalah Penderitaan... Hidup itu adalah Kesia-siaan. Hidup itu adalah......."

Pernahkan anda mendengar ungkapan seperti diatas? mungkin oleh teman saudara, atau orang yang anda sayangi? Pernahkah anda memikirkan bahwa itu bukan sekedar ungkapan, tapi merepresentasikan apa yang ia fikirkan tentang hidup itu sendiri. Atau mungkin anda sendiri yang sering mengungkapkan kalimat tersebut.

Jika kebetulan anda memiliki 2 orang teman yang mengungkapkan kalimat yang kontradiktif tentang hidup, katakanlah yang satu mengatakan Hidup itu adalah Kebahagiaan sementara teman satunya lagi mengatakan bahwa Hidup itu adalah Penderitaan. Coba amati bagaimana ia menjalani hidupnya, dan tanyakan padanya, Apa yang mendasari ia mengatakan hal tersebut? Maka kemungkinan secepat kilat ia akan membeberkan sejumlah alasan untuk menguatkan ungkapannya tersebut.

Teman anda yang mengatakan kalimat pertama pasti kehidupannya sangat bahagia, terlepas dari semua tetek bengek kehidupan duniawi, sesulit apapun kondisinya, ia pasti merasakan kebahagiaan. Sebaliknya teman anda yang kedua pastilah hidupnya sangat sengsara, meskipun ia bergelimang kemewahan dan kemudahan hidup.

Mengapa itu bisa terjadi...? Perception is Projection... inilah jawabannya.
Pada dasarnya apapun yang kita persepsikan tentang sesuatu, maka itulah proyeksi kita terhadap sesuatu itu yang kemudian menjadi realitas. Fikiran kita yang menjadi pengolah dari persepsi yang kita miliki akan mendorong kita, baik secara sadar atau tidak, untuk mewujudkan persepsi itu, baik kita menginginkannya ataupun tidak !

Anehnya, Semakin sering kita memikirkannya, maka semakin cepat realitas itu terwujud. Percaya atau tidak, silahkan buktikan sendiri..!
Read More...

The Power of Paradigm

Artikel ini pertama kali diposting pada tanggal 7 Mei 2008.

Ada sebuah cerita menarik yang berkisah di sebuah terminal bandara. Saat itu seorang wanita kira-kira berusia kurang dari 25 tahun sementara menunggu pesawat yang jadwalnya mengalami delay. Wanita tersebut cukup cantik dan menarik bagi sebagian besar pria, dan hebatnya wanita tersebut tahu dengan potensi yang dimilikinya. Namun, kali ini kita tidak akan bercerita tentang siapa wanita tersebut dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kecantikannya. ;)

Oke, mari kita lanjutkan…
Untuk menemaninya menanti pesawat yang terlambat, maka wanita tersebut memutuskan membeli sebungkus makanan ringan (kue) dan sebuah novel tipis, yah itung-itung membunuh waktu fikirnya. Dia kemudian mencari kursi yang kosong di terminal, dan setelah mendapatkannya, iapun larut dalam bacaannya sambil sesekali tangannya memasukkan kue-kue kecil ke dalam mulutnya.

Tanpa ia sadari, ternyata disebelah kanan tempat ia duduk, ada seorang pria yang…Astaga..!!, tanpa malu-malu memakan kue-kue kecil dari kantong yang sama yang terletak diantara mereka. Lucunya lagi, setiap ia mengambil satu kue, lelaki tersebut mengikuti dengan mengambil satu kue juga dan kemudian tersenyum manis padanya. “Kurang ajar cowok ini, berani-beraninya ia memakan kue milikku, tanpa permisi dan tanpa perasaan bersalah”, fikirnya. Akhirnya tiba waktunya dimana dalam bungkusan tersebut hanya tersisa satu potong kue, ia kemudian menahan keinginannya untuk menghabiskan kue tersebut dan menanti kira-kira apa yang akan dilakukan pria ini. Tanpa ia sangka, pria tersebut mengambil potongan terakhir dari kue yang tersisa, kemudian membaginya menjadi 2 dan menyerahkan potongannya pada wanita tersebut dengan tersenyum manis dan memakan potongan yang satunya lagi.

Dengan rasa jengkel yang memuncak, wanita ini kemudian merampas potongan kue tadi, dan membelalak pada pria tersebut untuk menunjukkan ketidaksenangannya. Untunglah tidak lama setelah itu, pemberitahuan pihak bandara menyatakan bahwa pesawatnya telah tiba dilandasan dan siap melakukan perjalanan berikutnya. Tanpa menunggu waktu wanita ini langsung bergegas pergi meninggalkan tanda tanya di wajah pria misterius tadi.

Didalam pesawat, wanita ini masih menyimpan kejengkelannya dengan beberapa kali menggerutu jika mengingat apa yang barusan ia alami. Dan, seperti lazimnya pesawat sebelum berangkat, diumumkanlah apa yang boleh dan yang tidak boleh, termasuk tidak boleh mengaktifkan handphone selama dalam perjalanan. Wanita ini tersadar dari lamunannya akan kejadian tadi dan langsung merogoh tas kecilnya untuk mematikan HP miliknya. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika jari-jarinya seolah memegang sebuah bungkusan yang sepertinya sangat ia kenal dalam tas kecil tersebut. Begitu ia mengangkat tangannya keluar dari tas, ia sangat shoock karena jari-jarinya menggenggam sebuah bungkusan kecil yang didalamnya berisi kue-kue yang baru dibelinya di terminal tadi. Ia tercekat dan kaget.., “bagaimana mungkin?” fikirnya. Setelah ia terjaga dari keterkejutannya, iapun merasa sangat bersalah dengan semua fikiran dan sikap yang telah ia tunjukkan pada pemuda di terminal tadi. Ternyata bukan pemuda itu yang tidak tahu malu, bukan pemuda itu yang kurang ajar, tapi dirinyalah kiranya…

Hehehe.., cukup menarik bukan? Nah apa yang bisa kita cerna dari cerita singkat tersebut diatas..? Apa yang anda fikirkan ketika membaca baris-baris awal pada paragraph pertama cerita tersebut? Yah, mungkin anda mengira kita akan bercerita mengenai wanita tersebut dengan segala pesonanya, ternyata tidak bukan? Kita malah bercerita tentang sebuah kejadian lucu yang melibatkan orang lain. Kemudian apa yang muncul dalam fikiran wanita tersebut sebelum mengetahui bahwa kue yang ia makan ternyata bukanlah miliknya? Scenario dari cerita diatas menggambarkan tentang sebuah PARADIGMA. Wanita dalam cerita kita memiliki paradigma yang tentunya sangat berbeda dengan paradigma yang dimiliki oleh pria disebelahnya, begitu juga setelah wanita tersebut tahu bahwa yang ia makan bukanlah kue miliknya, bagaimana sebuah pergeseran paradigma (paradigm shift) telah terjadi.

Apa sih Paradigma itu..?

Paradigma berasal dari bahasa Yunani yang artinya pola, model, gambaran atau sesuatu yang mewakili hal lain. Hal ini muncul dari anggapan yang ada didalam benak kita tentang hal-hal disekitar kita. Dan citra dalam fikiran kita tentang realitas yang datang dari latar belakang dan pengalaman kita. Bahasa sederhananya, Paradigma adalah sebuah “peta” yang ada dibenak anda, saya dan kita semua.

Covey dengan bahasanya menyatakan bahwa “Kita senantiasa merasa memandang dunia sebagaimana adanya, padahal sebenarnya kita memandang dunia seperti citra yang kita miliki. Kita proyeksikan kedunia luar, ke lingkungan, pada orang-orang sekitar kita, termasuk pada diri kita sendiri. Kita memproyeksikan latar belakang, pengalaman, anggapan, model, keinginan dan asumsi kita tentang realitas. Dan kita rasa itulah keadaan yang sebenarnya”.

Kita seringkali menggambarkan diri kita, atau sebuah situasi, seolah-olah itulah kenyataan yang ada. Padahal kita menggambarkan diri kita menurut kerangka persepsi, kerangka referensi, pandangan-pandangan kita, juga sistem nilai dan masa lalu kita. Dan kita memproyeksikan semua hal tersebut keluar.

Cerita diatas menggambarkan sebuah paradigma, bahkan oleh andapun yang membacanya, tentu memiliki paradigma yang mungkin sama atau berbeda dengan si wanita tadi. Sebelum kita tiba pada akhir cerita, tentu sebagian dari anda juga memiliki paradigma yang mengatakan bahwa pemuda tersebut kurang ajar, tidak tahu sopan santun, dan mungkin pernyataan negatif lainnya.

Mengapa hal tersebut terjadi? Jawabannya karena inilah paradigma. Pada saat situasi terjadi di terminal tadi, wanita tersebut atau bahkan anda memproyeksikan keluar segala-sesuatu yang anda ketahui berdasar pada pengalaman masa lalu anda, dari persepsi dan kerangka berfikir anda yang memberikan anda kesimpulan bahwa apa yang dilakukan pemuda itu adalah sebuah hal yang salah/ tidak benar, dan wanita tersebut merasa bahwa itulah kenyataan yang sebenarnya. Padahal…?! Tidak selalu demikian bukan?

Paradigma adalah Sumber Perilaku

Paradigma adalah sumber perilaku kita. Kita bersikap dan bertindak juga berdasar pada paradigma yang kita miliki, bahkan keyakinan dan kepercayaan yang membangun diri kita (belief system), juga dibangun dari paradigma. Jika “Peta” yang kita miliki akurat, barulah perilaku dan sikap kita menjadi penting. Begitu pula sebaliknya.

Pernah mendengar cerita dalam sebuah Kereta bawah tanah..?, dimana sekelompok anak berlari memasuki sebuah kereta diikuti oleh Ayahnya. Anak-anak ini berlari kesana kemari, membuat kegaduhan dan sangat mengganggu penumpang lainnya. Paradigma yang ada dalam benak setiap penumpang kemungkinan mempertanyakan hal ini, “Bagaimana sih Ayah anak-anak ini, dia tidak melakukan apapun dan hanya membiarkan anak-anaknya mengganggu orang lain?”.

Paradigma yang ada pada penumpang saat itu kemudian membentuk sikap, dengan berusaha mengendalikan diri dan kemungkinan berfikir “yah, namanya juga anak-anak”. Tapi setelah beberapa waktu berlalu, seorang penumpang sepertinya sudah tidak tahan dengan kegaduhan yang diperbuat oleh anak-anak tersebut, dan seketika itu pula sikapnya berubah menjadi perilaku. Ia mendekati ayah anak-anak tersebut dan berkata, “Pak, bisakah anda mengendalikan andak-anak anda? mereka mengganggu penumpang yang lain”. Ayah sang Anak mengangkat kepalanya, seolah-olah baru sadar yang terjadi dan kemudian berkata dengan lirih, “Yah.., saya tidak tahu, saya hanya…, Kami baru dari rumah sakit. Ibu mereka meninggal satu jam yang lalu. Mereka mungkin tak tahu bagaimana menerima kenyataan ini…, dan jujur saja, saya juga tidak tahu…”.

Bayangkan pergeseran paradigma yang terjadi pada penumpang kereta tersebut, dan khususnya penumpang yang bertanya...? Bayangkan sikap dan perilaku yang akan diambil oleh penumpang tersebut berdasar pada paradima barunya..?
Bisakah kita lihat bahwa Paradigma jauh lebih penting dari sikap atau perilaku..? Dan tahukah anda bahwa apa yang kita bicarakan ini, dalam konteks personal dan interpersonal, juga berlaku bagi seluruh masyarakat kita..?

Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution menyatakan dengan tegas dan konsisten hal ini, “All the significant breakthroughs were break-withs old ways of thinking”. (Semua terobosan penting adalah pemutusan dari cara berfikir lama). Begitupula Einstein mengatakan, “The Significant problems we face, cannot be solved at the same level of thinking we were at when we created them” (Masalah penting yang kita hadapi, tak dapat dipecahkan pada tingkat berfikir yang sama dengan saat kita menciptakan masalahnya).

Jelas bahwa kita perlu bercermin dan introspeksi untuk menjelajahi paradigma kita. Banyak orang berfokus pada sikap dan perilaku, dan keduanya penting, tetapi yang jauh lebih mendasar dan lebih penting lagi adalah PARADIGMA.

Banyak orang yang ingin meningkatkan kualitas hidupnya berupaya bekerja lebih keras, lebih giat, bangun lebih pagi, dan menghabiskan waktu lebih banyak untuk bekerja dengan harapan memperoleh hasil yang lebih baik. Hal ini tidak salah, tapi bagaimana jika hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan..? Kemungkinan kita perlu mengkaji kembali paradigma yang kita miliki mengenai hal tersebut.

Bisakah anda melihat bahwa ada siklus yang terjadi dalam hal ini.
Paradigma membentuk sikap dan perilaku kita, Perilaku (tindakan) kita kemudian memberikan hasil. Dan jika Hasil yang kita peroleh bermanfaat atau positif tentunya akan memperkuat kembali paradigma yang kita miliki, namun jika hasil yang kita peroleh tidak sesuai dengan harapan kita, maka kita akan meragukan dan menpertanyakan paradigma kita sebelumnya.
Covey menyatakan bahwa, “Jika anda menginginkan perubahan/ perbaikan kecil, ubahlah sikap atau perilaku anda. Tapi jika anda menginginkan perubahan besar, menginginkan sebuah Quantum Leap, anda tidak cukup hanya dengan merubah perilaku, Anda harus merubah paradigma anda”.

Jika paradigma anda dalam bekerja keliru, sekuat apapun, sekeras apapun, sebanyak apapun waktu yang anda habiskan untuk bekerja tidak akan memberikan hasil yang memadai. Anda harus bisa merubah paradigma anda tentang pekerjaan anda. Dengan demikian anda akan melihat perubahan besar yang terjadi dalam pekerjaan anda tersebut. Hal ini juga berlaku dalam segala aspek kehidupan anda. Bahkan paradigma sangat mendasari manajemen dan kepemimpinan organisasi dewasa ini. “Leadership examines the paradigms, Management works through existing paradigms”. (Kepemimpinan Menguji paradigma--mempertanyakan dasar paradigmanya. Sementara Manajemen bekerja dengan paradigma yang ada).

Oleh karena itu, kita perlu mendapatkan pengertian yang tepat tentang realitas yang ada. Misalnya, jika “Peta” kita tentang bekerja telah akurat, apakah pekerjaan menjadi bermakna? Saat ini, tentu saja Iya. Kita perlu berusaha memahami prinsip untuk mengembangkan paradigma, peta dalam benak kita yang menggambarkan realitas, mencerminkan hakikat dari kenyataan yang obyektif dan faktual.

Terima Kasih. Mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan.

Source: Pembelajaran dari Covey Leadership Center
Read More...

Reborn..!

Reborn...
Why reborn..? jelas, karena blog ini seperti lahir kembali, tentunya dengan desain yang lebih ciamik.

Karena didasari oleh rasa penasaran yang teramat sangat mengenai desain blog, akhirnya saya memutuskan untuk mencoba melakukan layouting dengan bantuan teman-teman blogger yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu disini, karena memang sebagian besar tekniknya banyak saya dapatkan secara tidak langsung dari teman-teman blogger via postingan mereka.
Postingan saya sebelumnya tetap akan saya masukkan setelah semua bagian dalam layout blog saya ini mencapai kesuksesan. Yah itung-itung belajar-lah.. hehehe.
So.., mohon maaf bagi rekan yang ingin browsing di blog saya ini, mungkin akibat rasa penasaran saya dalam desain blog, menyebabkan kekurangnyamanan dalam menjelajahi postingan-postingan di blog ini.
Saya yakin dalam waktu yang tidak terlalu lama (soalnya mesti bagi waktu dengan jam kantor, hehehe)blog ini akan tampil secara utuh.
Thanks.
Read More...

Trik-Tips Blog Trick Blog