Friday, July 10, 2009

MENILIK KECERDASAN KAMPANYE SBY-BUDIONO

Pemilu presiden telah usai, dan kemenangan nampaknya semakin menghampiri kubu SBY-Budiono. Untuk sementara beberapa lembaga survey menyimpulkan kemenangan pasangan ini menghampiri angka 62%, Angka dari persentase yang cukup tinggi ini bukan hanya membawa sebuah kemenangan, namun sekaligus telah melewati syarat minimal untuk terwujudnya Pilpres Satu Putaran, yang menjadi doa dari tim sukses pasangan tersebut.

Kira-kira, apa sih yang menjadi modal dasar kemenangan pasangan No. 2 ini..? Apakah memang karena kinerja yang dianggap positif oleh masyarakat Indonesia?, ataukah kandidat lain yang pada dasarnya kurang populis di mata masyarakat dibanding tokoh SBY itu sendiri..? atau adakah hal lain yang turut menyumbang keberhasilan pasangan ini..?

Terlepas dari itu semua, terkhusus jika kita memperhatikan kampanye-kampanye yang dilakukan pasangan ini, baik itu kampanye media melalui iklan, kampanye fisik, kampanye yang terselubung dalam pidato kenegaraan, dan sebentuk media kampanye lainnya.., maka ada satu hal yang membedakan metode kampanye SBY dibanding kandidat lainnya. Apakah itu..? Mari kita ulas lebih jauh!


Singkat kata, Metode kampanye SBY lebih berorientasi pada ‘pikiran bawah sadar masyarakat’, ketimbang metode kampanye dua pasangan lainnya. Mungkin ini hasil kerja dari FOX Indonesia sebagai Lembaga yang ditunjuk oleh tim SBY-Budiono menggarap kampanye mereka.

Pertama, Kampanye melalui media iklan TV. Tentu kita sangat mengenal sebuah iklan yang digunakan oleh salah satu produsen mie instan. Nah jingle iklan inilah yang digunakan untuk merasuki pikiran bawah sadar pemirsa. Jingle iklan ini telah hidup puluhan tahun di benak masyarakat dan hampir semua golongan masyarakat pernah mendengar jingle iklan tersebut. Meski iklan pasangan ini mendapat cibiran dari kandidat lain, dengan asumsi tidak kreatif dan dianggap meniru, namun inilah salah satu kecerdasan kampanye pasangan SBY-Budiono. Dengan jingle iklan yang telah dikenal, mereka tahu dan yakin mampu mempengaruhi pikiran bawah sadar pemirsa tanpa pemirsa sadari. Ingat, bahwa pikiran bawah sadar manusia jauh lebih kuat dibanding pikiran sadarnya, dan apapun yang dimasukkan kedalam pikiran bawah sadar manusia akan jauh bertahan lebih lama, sebab di pikiran bawah sadarlah tersimpan yang namanya memori. Dengan mengganti kata ‘…mie’ dengan kata ‘SBY’ dan kata ‘seleraku’ dengan kata ‘presidenku’, hal ini menciptakan asosiasi di bawah sadar pemirsa bahwa jika anda menggemari ‘…mie’ itu sama artinya anda menyukai SBY. Dan bukankah penggemar ‘…mie’ di Indonesia nujubileh banyaknya? :)

Kedua, Ketika SBY membacakan pidato kenegaraan menyambut hari pencontrengan nasional (malam sebelum tanggal 8 Juli), sepenggal kalimat beliau mengatakan kira-kira seperti ini…: “Proses mencontreng sangat sederhana yaitu, Satu.. buka lipatan, Dua…dicontreng, dan Tiga dilipat kembali”. Orang awam akan memahami itu sebagai kalimat sederhana yang sangat biasa, namun bagi yang memahami cara kerja pikiran bawah sadar manusia maka mereka akan sepakat bahwa kalimat itu sangatlah powerfull (perhatikan kalimat yang saya miringkan dan tebalkan). Pikiran bawah sadar pemirsa akan menangkap bahwa yang dicontreng itu adalah Dua (sesuai no urut capres/ cawapres di surat suara). Dan jika anda memperhatikan intonasi suara ketika beliau mengatakan, ‘Dua…dicontreng’, maka intonasinya akan terdengar berbeda dan berisi penegasan.

Itulah, beberapa kecerdasan metode kampanye yang saya temui dari pasangan SBY-Budiono, dan saya yakin penggunaan metode yang berorientasi pada pikiran bawah sadar digunakan dibanyak kesempatan lain pada saat kampanye beliau kemarin.

Coba bandingkan dengan metode kampanye kandidat lainnya. Pasangan JK-Wiranto, meskipun iklannya cukup kreatif, namun tidak cukup mampu menerobos pikiran bawah sadar pemirsa. Ada satu kampanye media beliau yang sebenarnya bisa mempengaruhi pikiran bawah sadar masyarakat, yaitu sebuah film pendek karya Hanung Bramantyo yang menceritakan perjalanan hidup JK, namun sayang penayangannya hanya sebentar (kalau tidak salah hanya dua kali ditayangkan di TV) dan tidak cukup memberi kesan mendalam, selain itu juga tersegmentasi lebih kepada kaum muda (soalnya film pendek ini diputer dibioskop-bioskop sebelum film utama ditayangkan).

Kenapa saya katakan film pendek ini bagus, lebih karena dalam film pendek tersebut menyajikan potret kehidupan masyarakat Indonesia secara lebih riil dan nyata, yang hampir dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi pikiran bawah sadar pemirsa sekaligus mengasosiasikan bahwa kehidupan JK adalah kehidupan yang sama yang mereka alami. Pesan film ini sebenarnya sangat kuat dan dapat memberi kesan yang mendalam.

Sementara bagaimana dengan metode kampanye pasangan Mega-Prabowo. Maaf jika saya katakan bahwa kampanye pasangan ini sangat keliru, jika tujuannya ingin mendapat simpati masyarakat. Kampanye pasangan ini sangat negatif. Contohnya, kampanye pasangan Mega-Pro lebih banyak mengangkat ‘kata-kata’ yang identik dengan kemiskinan, kemelaratan, utang, dan hal-hal negatif lainnya. Perlu diingat bahwa pikiran bawah sadar manusia tidak mampu menangkap pesan-pesan/ informasi yang berorientasi negatif. Selain itu, masyarakat sudah lelah dengan segala bentuk kemelaratan dan keterbatasan-keterbatasan hidup, mereka lebih peka dengan visi yang lebih cerah. Makanya, cenderung masyarakat tidak antusias dengan metode kampanye semacam ini, mengangkat sebuah isyu dari sisi negatifnya. sangat…sangat keliru!

Dengan membaca artikel ini, kita mungkin akan lebih tahu mengapa pasangan SBY-Budiono mendapatkan simpati yang begitu luas dari masyarakat ketimbang pasangan lainnya.
Read More...

Thursday, July 9, 2009

SIKAP CAPRES/CAWAPRES MENUNJUKKAN JIWA KENEGARAWANAN YANG MASIH LEMAH

Tepat tanggal 8 Juli kemarin, bangsa yang besar ini menyelenggarakan Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk periode pemerintahan 5 tahun kedepan. Kenduri nasional inipun berlangsung cukup baik, meski masih ada beberapa kekurangan disana-sini. Pasangan SBY-Budiono seperti kita tahu untuk sementara unggul dengan cukup signifikan melalui hasil hitung cepat (quick count) beberapa lembaga survey di Indonesia.

Sejauh ini saya tidak melihat ada hal-hal yang cukup berpotensi untuk menggagalkan hasil pemilu kali ini, masyarakat juga terkesan menerima hasil yang ada, namun yang membuat saya merasa miris adalah bagaimana sikap para Capres/ Cawapres dan para pendukungnya, utamanya yang merasa akan kalah dalam menanggapi perkembangan pemilu. Beragam statement yang dikeluarkan yang intinya memojokkan salah satu calon, atau memojokkan proses yang berlangsung, terasa sangat naif. Menurut saya boleh-boleh saja tiap calon menanggapi proses dan hasil yang berlangsung, dan juga tidak dipungkiri bahwa sebagai bangsa yang berproses kearah demokrasi yang ideal, ditemui masih banyak kekurangan, namun janganlah lantas kekurangan itu dijadikan sebagai senjata untuk menghakimi kandidat lain ataupun proses yang saat ini masih sementara berlangsung. Ungkapan-ungkapan seperti “…demokrasi yang semu…”, menurut saya semakin menunjukkan kurangnya sikap ksatria atau sportifitas dalam persaingan. Sebagai seorang negarawan, bahkan seorang politisi dan tokoh yang dikenal luas, sikap tersebut bukannya meningkatkan citra kepemimpinan mereka dimata masyarakat, namun malah akan berdampak sebaliknya. Masyarakat kita sudah cukup cerdas dalam menilai kinerja dan kepemimpinan para calon presiden/wapres, sehingga wajar kemudian mereka memilih mana yang menurut mereka terbaik.


Terkhusus bagi penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, menurut saya sebagai manusia biasa, mereka juga memiliki keterbatasan-keterbatasan, sehingga ketika terjadi kesalahan-kesalahan itu adalah hal yang lumrah, dan bukankah ada prosedur yang bisa ditempuh untuk melakukan sanggahan atau protes terhadap proses penyelenggaraan pemilu..? Gunakan jalur yang ada, dan hindarilah mengeluarkan statement-statement yang pada dasarnya belum tentu terbukti kebenarannya. Apalagi berdasarkan informasi KPU tadi malam melalui media TV, bahwa kecurangan-kecurangan yang terjadi persentasenya sangatlah kecil. Bukan bermaksud untuk kemudian menghalalkan kecurangan-kecurangan tersebut, namun marilah menempatkan hal itu dalam porsi yang sewajarnya.

Sepertinya kita masih perlu banyak belajar bagaimana seharusnya menerima sebuah kekalahan…!
Read More...

Friday, July 3, 2009

Debat CAPRES, Kurang menggigit…!

Semalam untuk kali ketiga, kita dipertontonkan forum debat Capres di layar televisi dengan tema Demokrasi, NKRI dan Otonomi Daerah. Secara umum debat-debat semacam ini pada prinsipnya sangat bagus untuk pembelajaran politik kepada rakyat sekaligus memperlihatkan kepiawaian para kandidat dalam menjual diri dan program-programnya dalam rangka memikat hati para pemilih.

Sayangnya forum debat yang semestinya berlangsung meriah dan penuh dengan tekanan-tekanan psikologis diantara para capres tidak terlihat, dan hanya menyisakan lakon serupa pidato, sebagaimana jilid 1 dan 2 beberapa waktu yang lalu. Untungnya salah satu calon, sebut saja JK cukup berani dan lebih offensif dalam mengemukakan pendapatnya, meski masih terkesan setengah hati atau mungkin takut mendapat serangan balik.. :D


Tanpa bermaksud lebih tahu, menurut saya ada beberapa hal yang mestinya dapat berlangsung lebih baik dalam forum yang kita saksikan semalam antara lain:

Pertama, Dari sisi pertanyaan seharusnya pertanyaan yang dilontarkan oleh moderator/ pembawa acara tidak perlu banyak, cukup dua hingga tiga pertanyaan saja, namun harus sensitif dan terus dieksplorasi hingga mendetail, sehingga kesan jawaban yang normatif dari para capres bisa dihilangkan. Dari pengalaman menyaksikan tiga kali debat capres, semua jawaban didominasi oleh jawaban-jawaban yang sifatnya sangat normatif sehingga penonton sulit mendapat pemikiran yang dalam dan cukup mendetail dari para Capres.

Kedua, Dari sisi para Capres sendiri ketika melontarkan sanggahan terhadap komentar capres lain seharusnya benar-benar memberikan sanggahan dan bukannya tambahan-tambahan yang menurut saya tidak perlu. Sanggahan yang diberikan akan lebih baik jika dihubungkan dengan rekam jejak para capres. Misalnya ketika ditanyakan mengenai apa pendapat para capres mengenai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), seharusnya SBY atau mungkin JK bisa melontarkan pendapat yang berhubungan dengan isyu ‘penjualan aset-aset negara’ dibawah era presiden Megawati, yang banyak diklaim orang sebagai langkah keliru. Bukankah dengan menjual aset keluar negeri bisa dikategorikan menjual sedikit demi sedikit kedaulatan Negara? Atau mungkin Megawati bisa melontarkan sanggahan yang lebih offensif kepada Pemerintah (dalam hal ini SBY) mengenai kasus Ambalat, Bagaimana pemerintah terkesan lemah dalam negosiasi Ambalat atau mungkin kekurangpekaan pemerintah dalam mengelola Otonomi Daerah dimana banyak terjadi konflik mengenai hal tersebut. Atau mungkin SBY dan Megawati bisa melontarkan sanggahan yang ofensif kepada JK mengenai masalah-masalah sensitif lain yang berhubungan dengan kepemimpinan JK, baik ketika aktif di Pemerintahan maupun ketika masih menjadi Pengusaha. Dengan demikian, kita dapat menyaksikan bagaimana sikap para calon presiden kita mengatasi tekanan psikologis yang diberikan oleh kandidat lain.

Ketiga, Waktu yang diberikan untuk melakukan sanggahan kepada para capres yang hanya 1.30 menit sangat kurang, namun jika isi sanggahannya seperti yang kita saksikan semalam, waktu 1.30 menit malah kepanjangan. Publik bukan mau mendengar hal-hal yang normatif, semisal Pilar-Pilar Kenegaraan (Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dsb) sebab semua masyarakat Indonesia sudah tahu bahwa hal tersebut adalah harga mati!

Keempat, Mungkin ada baiknya dihadirkan pembanding yang lebih vokal dan independen, katakanlah Amien Rais, Sri Bintang Pamungkas atau tokoh muda lainnya yang turut memberikan komentar dalam forum debat tersebut.

Kelima, Saya pribadi kurang sreg dengan pemilihan pembawa acaranya. Mungkin ada baiknya pembawa acaranya adalah tokoh talkshow yang dikenal yang terbiasa membawa acara-acara reality show… :D.

Mungkin itu ide-ide yang dapat menyegarkan forum debat-debat Capres ataupun kepala Pemerintahan lainnya yang digelar oleh KPU dimasa mendatang. Namun apapun kekurangan yang masih terlihat, saya pribadi mendukung dan setuju digelarnya forum-forum seperti ini. Hal ini penting bagi Demokrasi…!
Read More...

Friday, March 6, 2009

Customer Experience makes Amazon.com become no 1 in Customer Service

Pernahkah anda, ketika membeli sesuatu atau sebuah layanan, dan ketika anda tidak puas, anda memperoleh kembali harga yang telah anda bayarkan..? Mungkin ini sesuatu yang janggal di negara kita. Umumnya ketika kita tidak puas, penjual maksimal hanya mampu menanggapi keluhan kita namun tidak mampu memberikan solusi yang tepat sebagaimana pelanggan inginkan.

Hal berbeda yang terjadi di Amazon.com, sebuah perusahaan Ritel Online. Keluhan pelanggan akan senantiasa mendapat tanggapan yang tepat, dan banyak kejadian dimana perusahaan bersedia untuk mengganti barang, ataupun mengembalikan uang yang telah anda belanjakan. Tidak salah jika akhirnya Business Week edisi terbaru menempatkannya sebagai Jawara dalam Peringkat Layanan Pelanggan (Customer Service).

Saya sendiri telah membuktikan hal ini ketika membeli sebuah produk (buku) kira-kira satu tahun lalu. Pembelian saya tersebut berujung pada kekecewaan setelah menerima paket yang dikirimkan terdapat cacat (Cover buku yang lusuh, lembar yang sobek dan ada halaman yang hilang). Setelah menyampaikan keluhan via email, esoknya, tim CS dari perusahaan tersebut me-reply complaint saya sekaligus menyatakan permohonan maaf dan menyatakan telah mengirimkan paket yang sama. Luar biasa..!!! tidak ada pertanyaan basa-basi, dan yang terkesan memojokkan, yang umumnya saya terima jika saya menyampaikan keluhan di tempat lain. Padahal buku tersebut yang saya beli merupakan jualan dari merchant lain (bukan Amazon.com), yang menggunakan layanan Amazon.com di web untuk menjual produknya.

Setelah membaca Business Week edisi 11 Maret 2009*, sebuah ulasan dari Heather Green tentang Amazon.com, saya menemukan sebuah esensi dari layanan pelanggan yang luar biasa yang menjadi panduan perusahaan tersebut bekerja. Bagaimana seorang Jeff Bezos mampu mengidentifikasi sekaligus mengartikulasi perbedaan antara Pengalaman Pelanggan (Customer Experience) dengan Layanan Pelanggan (Customer Service). Dikatakan bahwa poin kedua tersebut hanya terjadi ketika pelanggan berurusan dengan para pegawai Amazon, sementara poin pertama bersifat lebih luas mulai dari harga terendah, pengiriman tercepat, dan menerima pelayanan yang prima. Dengan demikian jelas bahwa pintu yang menjadi sasaran Amazon adalah membuat pembeli mengalami sebuah pengalaman berbelanja yang sempurna, dimana layanan pelanggan hanyalah salah satu dari pengalaman tersebut.

Mengapa topik ini menjadi penting? Alasannya sederhana: ditengah keterpurukan kondisi ekonomi global, maka semua industri dan perusahaan akan melakukan penghematan, pemotongan atau bahkan peniadaan program-program yang dianggap berkontribusi atau paling tidak memiliki relevansi terhadap biaya, Namun satu hal yang tidak akan berubah dan kemungkinan akan terus ditingkatkan adalah Layanan terhadap Pelanggan. Mengapa demikian? sebab inilah pintu masuk laba perusahaan, yang pada gilirannya akan menentukan bertahan atau tidaknya perusahaan kedepan.

Nah kembali pada kiprah Amazon.com. Sebuah perusahaan yang didirikan oleh Jeff Bezos pada tahun 1994, yang sebelumnya hanyalah sebuah toko buku online (dan saat ini telah mengalami diversifikasi produk seperti pita VHS, DVD, CD, Software, Video games, Alat Elektronik, MP3, Pakaian, Furniture, Mainan anak hingga Makanan), memperlihatkan sebuah konsistensi terhadap pemuasan kebutuhan pelanggan. Salah satu contohnya adalah ketika perusahaan memberikan ruang bagi merchant lain untuk memasarkan produknya via situs mereka, banyak kalangan menganggap bahwa hal ini akan melemahkan posisi Amazon.com dikarenakan sulit untuk melakukan penilaian kualitas terhadap produk dan layanan merchant tersebut. Namun Jeff beranggapan lain, ia mengatakan bahwa tujuan akhirnya adalah meraih kontrol lebih besar atas pengalaman berbelanja para pelanggan, menjadikannya lebih konsisten dan andal. Konsepnya adalah orang akan menggunakan peritel online dan akan belanja lebih banyak.

“Ini memang bukan pekerjaan mudah dan kami tidak memperoleh banyak laba disini”, kata Jeff. “Namun bagaimanapun pengalaman berbelanja pelanggan akan jauh lebih baik ketika ia memperoleh banyak diversifikasi produk yang bukan tidak mungkin amazon belum miliki” lanjutnya. Olehnya itu program yang dinamakan Fulfillment by Amazon, yang intinya melibatkan merchant lain yang lebih kecil untuk memasarkan produk mereka via Amazon, sekaligus menjadikan mereka lebih kompetitif, diluncurkan pada tahun 2006. Sistem kendali mutunya adalah para merchant tinggal mengirim produk mereka ke gudang Amazon, dan Amazon yang akan melakukan sisanya, seperti menerima pesanan online, mengemas produk, menjawab pertanyaan dan memproses retur. Hebatnya lagi, sebagaimana yang saya alami, keluhan dari pelanggan akan direspon dan diberikan solusinya oleh pegawai amazon.com, bukan dari merchant yang bersangkutan. Hal ini dilakukan tentunya untuk meningkatkan Customer Experience pelangannya.

Amazon.com mampu memonitor aktivitas yang terjadi di situs mereka, sekaligus melihat merchant mana saja yang mendapatkan keluhan lebih dari 1% dari pelanggan, otomatis akan didepak dari situs. Selain itu, memberikan bantuan bagi merchant yang kesulitan stock bahkan kalau perlu pegawai Amazon menjemput produk untuk memastikan kebutuhan pelanggannya terpenuhi.

So Amazing.., saya percaya jika ada perusahaan di Indonesia yang konsisten menggunakan cara kerja seperti ini, tidak akan memakan waktu lama, perusahaan tersebut akan menjadi pemimpin pasar.


*) TOP 25 DAFTAR PERINGKAT LAYANAN PELANGGAN versi BUSINESS WEEK:

1. AMAZON.COM (ritel online/ katalog)
2. USAA (asuransi)
3. JAGUAR (otomotif)
4. LEXUS (otomotif)
5. THE RITZ-CHARLTON (hotel)
6. PUBLIX SUPER MARKETS (pasar swalayan)
7. ZAPPOS.COM (ritel online/ katalog)
8. HEWLETT-PACKARD (elektronik konsumen)
9. T. ROWE PRICE (rumah pialang)
10. ACE HARDWARE (ritel perbaikan rumah/ elektronik)
11. KEYBANK (perbankan)
12. FOUR SEASONS HOTELS & RESORTS (hotel)
13. NORDSTORM (swalayan)
14. CADILLAC (otomotif)
15. AMICA (asuransi)
16. ENTERPRISE RENT-A-CAR (penyewaan mobil)
17. AMERICAN EXPRESS (kartu kredit)
18. TRADER JOE’S (supermarket)
19. JETBLUE AIRWAYS (penerbangan)
20. APPLE (elektronik konsumen)
21. CHARLES SCHWAB (rumah pialang)
22. BMW (otomotif)
23. TRUE VALUE (ritel perbaikan rumah/ elektronik)
24. L.L. BEAN (ritel online/ katalog)
25. JW MARRIOT (hotel)
Read More...

Thursday, January 22, 2009

The Map is not a Territory..!

Jika melihat judul artikel diatas, mungkin anda akan sedikit memicingkan mata pertanda berusaha untuk memahami apa maksud yang tersirat dari judul tersebut. ‘The Map is not territory', Ya.., mungkin benar maksudnya jika kita menerjemahkannya dengan bahasa sederhana, 'Peta bukanlah sebuah Wilayah'.

Pertanyaannya adalah, Apa maksud dari statement tersebut..? Bukankah selama ini peta senantiasa kita gunakan sebagai petunjuk untuk mengenali sebuah wilayah tertentu..? Okay, mari memperjelas segala sesuatu yang belum jelas.. :D

Statement tersebut merupakan salah satu ungkapan yang selayaknya kita pahami dalam berkomunikasi. Statement tersebut ingin menjelaskan bahwa pada dasanya 'Kata-kata yang kita gunakan dalam berkomunikasi BUKANLAH peristiwa atau representasi dari apa yang kita sampaikan (The words we use are NOT the event or the item they represent). Terkadang ketika dalam berkomunikasi, kita menyampaikan sebuah berita/peristiwa (event), sebuah gagasan atau informasi apapun itu, kita kemudian mengasumsikan bahwa apa yang telah kita katakan telah dipahami dengan baik oleh lawan bicara kita, sehingga representasi dari peristiwa atau gagasan kita kemudian dapat diduplikasi dengan sama baiknya oleh lawan bicara kita. Anda tentu tahu hasilnya, bahwa terkadang asumsi ini tidak berjalan dengan baik, bukan begitu..? Inilah alasan utama sehingga dikatakan bahwa Peta bukanlah sebuah wilayah.

Begitu banyak batasan dalam berkomunikasi, diantaranya paradigma, cara berfikir dan tentunya cara menyampaikan informasi menjadi faktor dalam hal ini. Ketika anda menyampaikan sebuah informasi kepada lawan bicara anda, anda harus memahami bahwa pada dasarnya apa yang ada dikepala anda, yang kemudian anda terjemahkan kedalam kata-kata, bisa saja berbeda dengan apa yang ada dikepala lawan bicara anda ketika ia menerima pesan/ informasi tersebut. Mengapa..? sebab ‘peta’ yang anda gunakan dengan ‘peta’ yang digunakan oleh lawan bicara anda dalam memahami informasi tersebut belum tentu sama. Sudah cukup Jelas..? Mudah-mudahan demikian.

Ada cerita dimana sekumpulan remaja yang memiliki hobi bersepeda melakukan sebuah perjalanan wisata kesebuah tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. Karena mereka belum mengenal wilayah tersebut dengan detail, mereka kemudian membeli sebuah peta yang akan mereka gunakan sebagai petunjuk. Karena kota yang mereka kunjungi masih dapat dikatakan wilayah pedesaan, sehingga mereka berkesimpulan akan lebih menyenangkan jika dapat bepergian ke wilayah-wilayah tertentu di kota tersebut menggunakan sepeda. Sekaligus menyalurkan hobilah fikir mereka. Kumpulan remaja itupun kemudian menyewa sepeda di sebuah tempat penyewaan, dan kemudian berdiskusi guna menentukan rute perjalanan mereka.

Merekapun akhirnya sepakat menuju kesebuah lokasi wisata yang tersedia di kota tersebut, dan setelah melihat peta, merekapun akhirnya mengetahui bahwa jarak dari tempat mereka berada ke lokasi wisata tersebut berjarak sekitar 30 km jauhnya. Setelah menimbang berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya, mereka yakin bahwa waktu tempuh bersepeda untuk sampai dilokasi tersebut kurang lebih 30 menit lamanya.

Apa yang terjadi..? Akhirnya mereka sampai dilokasi wisata tersebut setelah mengayuh sepeda selama 4 jam lebih..! Merekapun tidak dapat menikmati pesona wisata dilokasi tersebut disebabkan keletihan.

Apa yang sebenarnya mereka alami..? Apakah pengalaman mereka telah keliru memberikan pertimbangan..? Ataukah petanya tidak akurat..? Jawabnya sederhana, Peta yang ada dikepala mereka yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya, dengan peta yang mereka gunakan sebagai petunjuk tidaklah sesuai. Mungkin jika kondisi normal, maka jarak 30 km dapat ditempuh dalam 30 menit lamanya, sebagaimana pengalaman mereka sebelumnya, namun ternyata rute 30 km yang harus mereka tempuh untuk sampai dilokasi wisata tersebut merupakan rute pendakian yang terjal. Apa yang tertulis dalam peta bukan tidak tepat, tapi Peta tersebut tidaklah merepresentasikan wilayah sebenarnya…

Analogi dalam cerita diatas, tentu juga terjadi dalam dunia komunikasi. Untuk itu kita perlu senantiasa melebarkan ‘peta’ yang kita miliki, agar kemampuan kita dalam berkomunikasi juga dapat menjadi lebih baik… Bukan begitu Kawan…? :)
Read More...

Friday, January 9, 2009

Pilihan atau Keterpaksaan..?

Di sebuah desa, entah dimana… ketika cerita ini berawal, tinggalah seorang bijak yang dipercaya mampu menjawab segala permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sekitarnya. Tidak lama setelah kabar itu beredar, tidak sedikit orang yang telah mempertanyakan berbagai hal yang dirasa sulit untuk mereka pecahkan, dan dengan kata-kata bijaknya, ia telah membantu memecahkan persoalan-persoalan tersebut.
Singkat cerita seorang pemuda ingin membuktikan kebenaran kabar tersebut, dan setelah beberapa lama berfikir, iapun menemukan sebuah ide untuk membuktikan kebenaran cerita mengenai orang bijak tersebut.

Dengan senyum penuh kepercayaan, berkunjunglah ia ketempat dimana orang bijak tersebut tinggal, dengan membawa sebuah pertanyaan yang menurutnya tidak mungkin akan dijawab oleh sang bijak tadi.

Sesampainya di tempat si orang bijak tersebut, ia pun langsung menyampaikan sebuah pertanyaan: “Wahai orang tua, aku telah mendengar cerita mengenai dirimu, dan kedatanganku kali ini adalah untuk membuktikan, apakah memang benar engkau seorang yang bijak yang dapat memecahkan setiap permasalahan di muka bumi ini. Jika memang demikian, engkau pasti tahu jawaban dari pertanyaan yang akan kusampaikan".

"Apakah gerangan permasalahan yang ingin kamu sampaikan, wahai Anakku", jawab si orang bijak.

Dengan memegang seekor burung pipit yang disembunyikan dibelakang badannya, mulailah si pemuda ini bertanya. " Apakah burung yang saya pegang ini dalam keadaan hidup atau telah mati?" (Si pemuda ini telah menyiapkan perangkap, jika si orang bijak menjawab burungnya masih hidup, maka diapun dengan mudahnya mematahkan leher burung kecil tersebut, sehingga jawaban si orang bijak tidak akan sesuai dengan kenyataan, dan demikian pula sebaliknya, jika si orang bijak mengatakan bahwa burung tsb telah mati, maka diapun akan melepaskan burung pipit tersebut hidup-hidup. Sebuah perangkap yang tentunya sangat licik). Si pemuda tersebut sudah sangat yakin bahwa kali ini si orang bijak akan menemui kegagalan.

Namun alangkah terkejutnya ia, ketika dengan tenangnya si Orang Bijak tersebut mengatakan…. " Wahai anakku, hidup matinya burung yang engkau pegang saat ini, tidak didasarkan dari apa yang akan kukatakan… sebab hidup matinya burung tersebut tergantung padamu…engkaulah yang dapat MEMILIH…, apakah burung itu hidup atau telah mati….".

Apa pesan yang ingin disampaikan cerita tersebut…?

PILIHAN…. sebuah kata yang mungkin seringkali kita dengar, namun kita terkadang tidak menyadari bahwa PILIHAN senantiasa mengiringi langkah kita, perilaku-perilaku kita, bahkan keseluruhan hidup kita. Pernahkah kita MEMILIH yang terbaik untuk diri kita… atau membiarkan situasi yang mengendalikan PILIHAN-PILIHAN tersebut, jika memang demikian, mungkin itu yang dinamakan KETERPAKSAAN.

PILIHAN atau KETERPAKSAAN…? Anda yang dapat menentukannya!
Read More...

Ego dan Kesadaran Sejati

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, “apa yang sedang Anda lakukan?”
Sang Guru menjawab, “tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya.”

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain. Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain. Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana
untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala tampak luar lainnya. Yang kini kita lihat adalah tampak dalam. Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri. Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri.

Kalau begitu, apa yang bisa kita sombongkan?

Source: Unknown
Read More...

Sunday, January 4, 2009

New Year Resolution; "Change"

Seorang filsuf Yunani, Heraclitus pada abad ke 18 pernah mengatakan "Nothing endures, but change”, yang terjemahan sederhananya dapat berarti, "Tidak ada sesuatupun yang tetap atau bertahan, kecuali Perubahan."
Lantas apa maksud pernyataan tersebut dengan judul artikel kita kali ini..? Jawabannya sederhana, apa yang dikatakan oleh Heraclitus tersebut, pada banyak orang baik sadar atau tidak, senantiasa dijadikan semangat dalam menyusun sebuah New Year Resolution (NYR).

Nah, memasuki tahun baru 2009, sebagaimana penyambutan atawa perayaan tahun baru sebelumnya, kita seringkali mendengar tentang NYR. Apa sih NYR itu? Mungkin penjelasan singkatnya seperti ini, NYR adalah sebuah niat atau rencana yang kita inginkan untuk bisa diwujudkan pada tahun mendatang. Lantas mengapa resolusi itu bertepatan dengan Tahun baru? singkat, karena momentum Tahun Baru dapat dianggap sebagai patokan untuk melakukan sebuah perubahan yang lebih baik pada tahun yang baru datang.

Satu hal yang seringkali terjadi adalah, kita telah begitu semangatnya dalam menetapkan apa yang menjadi NYR kita, namun seiring waktu berjalan, kita mulai lupa dan akhirnya mengabaikannya, lantas larut dalam kebiasaan-kebiasaan yang sebelumnya kita lakukan. Hingga kemudian kita sadari di akhir tahun bahwa tak satupun dari resolusi tersebut sempat kita lakukan. :D

Apakah hal ini juga anda alami?, Apa sebenarnya yang terjadi? Apakah kita terlalu sibuk, hingga melupakan NYR kita? Satu hal yang mungkin mendasari bahwa banyak diantara kita yang percaya bahwa melakukan sebuah perubahan tidak semudah yang kita bayangkan.

Ibarat seperti pegas, ketika kita ingin menarik diri keluar dari kebiasaan-kebiasaan lama yang ingin kita ubah, maka kebiasaan tersebut cenderung melakukan perlawanan, selain itu, baik sadar atau tidak, kita mulai dihinggapi beberapa kecemasan seperti
ada kemungkinan kita kehilangan kontrol, adanya ketidakpastian dari perubahan tersebut, ketakutan mendapat hasil yang berbeda, Beban kerja yang mungkin bertambah dan sederet alasan lainnya.

Meski demikian, kita telah melihat bahwa banyak keberhasilan dimulai dari kesanggupan kita untuk melepaskan diri dari kebiasaan lama, sebagaimana yang Elbert Einstein katakan, "Masalah signifikan yang kita hadapi saat ini, tidak dapat kita pecahkan dengan cara yang sama ketika masalah tersebut kita ciptakan". Artinya adalah, ketika anda tidak berubah, niscaya, masalah yang anda hadapi tidak akan dapat anda pecahkan dengan lebih baik.

Pertanyaan pentingnya adalah, Bagaimana kita dapat melakukan perubahan dan melepaskan ketergantungan dari kebiasaan-kebiasaan yang lama..?

Berikut tips sederhananya.
Prinsip Pertama: YAKINI dan PERCAYAI diri Anda bahwa Anda dapat berubah. Banyak orang ingin berubah, namun secara tidak sadar sebenarnya ia tidak ingin berubah. atau dengan kata lain ia tidak percaya bahwa ia dapat berubah. Untuk membantu anda dalam hal ini, Anda harus memeriksa dan kalau bisa memperbaiki Cara Anda Berfikir tentang Perubahan yang anda inginkan.

Prinsip Kedua: KONSISTENSI. Tak pelak dibutuhkan konsistensi untuk berubah, selama anda tidak konsisten, jangan harap anda dapat berubah. sekecil apapun perubahan yang anda lakukan, anda harus tetap berpegang pada prinsip ini.

Prinsip Ketiga: UKUR Perubahan yang anda lakukan untuk memberikan anda petunjuk dalam perubahan tersebut. Segala sesuatu yang Anda lakukan mestinya ada pengukurannya. hal ini membantu Anda untuk tetap pada track dan mengetahui progressnya. bagaimana cara mengukurnya? Penelitian membuktikan, agar seseorang dapat berubah 100%, perubahan tersebut harus dilakukan selama 30 hari berturut-turut. Mengapa 30 hari? Sebab waktu 30 hari adalah waktu yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mengganti keseluruhan sel yang ada pada diri Anda. Artinya jika anda konsisten melakukan perubahan yang anda inginkan selama 30 hari berturut-turut, dipastikan perubahan itu akan menjadi kebiasaan yang baru dan mengganti kebiasaan yang lama.

Cukup mudah bukan..? nah sekarang tergantung dari diri anda. Tanyakan pada diri anda, apakah anda telah siap untuk berubah..?
Read More...

Trik-Tips Blog Trick Blog