Pemilu presiden telah usai, dan kemenangan nampaknya semakin menghampiri kubu SBY-Budiono. Untuk sementara beberapa lembaga survey menyimpulkan kemenangan pasangan ini menghampiri angka 62%, Angka dari persentase yang cukup tinggi ini bukan hanya membawa sebuah kemenangan, namun sekaligus telah melewati syarat minimal untuk terwujudnya Pilpres Satu Putaran, yang menjadi doa dari tim sukses pasangan tersebut.
Kira-kira, apa sih yang menjadi modal dasar kemenangan pasangan No. 2 ini..? Apakah memang karena kinerja yang dianggap positif oleh masyarakat Indonesia?, ataukah kandidat lain yang pada dasarnya kurang populis di mata masyarakat dibanding tokoh SBY itu sendiri..? atau adakah hal lain yang turut menyumbang keberhasilan pasangan ini..?
Terlepas dari itu semua, terkhusus jika kita memperhatikan kampanye-kampanye yang dilakukan pasangan ini, baik itu kampanye media melalui iklan, kampanye fisik, kampanye yang terselubung dalam pidato kenegaraan, dan sebentuk media kampanye lainnya.., maka ada satu hal yang membedakan metode kampanye SBY dibanding kandidat lainnya. Apakah itu..? Mari kita ulas lebih jauh!
Singkat kata, Metode kampanye SBY lebih berorientasi pada ‘pikiran bawah sadar masyarakat’, ketimbang metode kampanye dua pasangan lainnya. Mungkin ini hasil kerja dari FOX Indonesia sebagai Lembaga yang ditunjuk oleh tim SBY-Budiono menggarap kampanye mereka.
Pertama, Kampanye melalui media iklan TV. Tentu kita sangat mengenal sebuah iklan yang digunakan oleh salah satu produsen mie instan. Nah jingle iklan inilah yang digunakan untuk merasuki pikiran bawah sadar pemirsa. Jingle iklan ini telah hidup puluhan tahun di benak masyarakat dan hampir semua golongan masyarakat pernah mendengar jingle iklan tersebut. Meski iklan pasangan ini mendapat cibiran dari kandidat lain, dengan asumsi tidak kreatif dan dianggap meniru, namun inilah salah satu kecerdasan kampanye pasangan SBY-Budiono. Dengan jingle iklan yang telah dikenal, mereka tahu dan yakin mampu mempengaruhi pikiran bawah sadar pemirsa tanpa pemirsa sadari. Ingat, bahwa pikiran bawah sadar manusia jauh lebih kuat dibanding pikiran sadarnya, dan apapun yang dimasukkan kedalam pikiran bawah sadar manusia akan jauh bertahan lebih lama, sebab di pikiran bawah sadarlah tersimpan yang namanya memori. Dengan mengganti kata ‘…mie’ dengan kata ‘SBY’ dan kata ‘seleraku’ dengan kata ‘presidenku’, hal ini menciptakan asosiasi di bawah sadar pemirsa bahwa jika anda menggemari ‘…mie’ itu sama artinya anda menyukai SBY. Dan bukankah penggemar ‘…mie’ di Indonesia nujubileh banyaknya? :)
Kedua, Ketika SBY membacakan pidato kenegaraan menyambut hari pencontrengan nasional (malam sebelum tanggal 8 Juli), sepenggal kalimat beliau mengatakan kira-kira seperti ini…: “Proses mencontreng sangat sederhana yaitu, Satu.. buka lipatan, Dua…dicontreng, dan Tiga dilipat kembali”. Orang awam akan memahami itu sebagai kalimat sederhana yang sangat biasa, namun bagi yang memahami cara kerja pikiran bawah sadar manusia maka mereka akan sepakat bahwa kalimat itu sangatlah powerfull (perhatikan kalimat yang saya miringkan dan tebalkan). Pikiran bawah sadar pemirsa akan menangkap bahwa yang dicontreng itu adalah Dua (sesuai no urut capres/ cawapres di surat suara). Dan jika anda memperhatikan intonasi suara ketika beliau mengatakan, ‘Dua…dicontreng’, maka intonasinya akan terdengar berbeda dan berisi penegasan.
Itulah, beberapa kecerdasan metode kampanye yang saya temui dari pasangan SBY-Budiono, dan saya yakin penggunaan metode yang berorientasi pada pikiran bawah sadar digunakan dibanyak kesempatan lain pada saat kampanye beliau kemarin.
Coba bandingkan dengan metode kampanye kandidat lainnya. Pasangan JK-Wiranto, meskipun iklannya cukup kreatif, namun tidak cukup mampu menerobos pikiran bawah sadar pemirsa. Ada satu kampanye media beliau yang sebenarnya bisa mempengaruhi pikiran bawah sadar masyarakat, yaitu sebuah film pendek karya Hanung Bramantyo yang menceritakan perjalanan hidup JK, namun sayang penayangannya hanya sebentar (kalau tidak salah hanya dua kali ditayangkan di TV) dan tidak cukup memberi kesan mendalam, selain itu juga tersegmentasi lebih kepada kaum muda (soalnya film pendek ini diputer dibioskop-bioskop sebelum film utama ditayangkan).
Sementara bagaimana dengan metode kampanye pasangan Mega-Prabowo. Maaf jika saya katakan bahwa kampanye pasangan ini sangat keliru, jika tujuannya ingin mendapat simpati masyarakat. Kampanye pasangan ini sangat negatif. Contohnya, kampanye pasangan Mega-Pro lebih banyak mengangkat ‘kata-kata’ yang identik dengan kemiskinan, kemelaratan, utang, dan hal-hal negatif lainnya. Perlu diingat bahwa pikiran bawah sadar manusia tidak mampu menangkap pesan-pesan/ informasi yang berorientasi negatif. Selain itu, masyarakat sudah lelah dengan segala bentuk kemelaratan dan keterbatasan-keterbatasan hidup, mereka lebih peka dengan visi yang lebih cerah. Makanya, cenderung masyarakat tidak antusias dengan metode kampanye semacam ini, mengangkat sebuah isyu dari sisi negatifnya. sangat…sangat keliru!